Ilustrasi Ciptakan Sistem Penerjemah Pola Bahasa Isyarat Bantu Tunarungu Berkomunikasi Secara Universal

Ciptakan Sistem Penerjemah Pola Bahasa Isyarat Bantu Tunarungu Berkomunikasi Secara Universal

Dalam ruangan yang dipenuhi komputer, Ridwan terlihat serius di depan laptopnya. Dosen Fakultas Saintek Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) itu berada di sudut ruangan. Pikirannya sedang terfokus, bagaimana menyempurnakan hasil penelitian disertasinya terkait sistem penerjemah pola bahasa isyarat dinamis berbasis deep learning. Ia ingin para penderita tunarungu bisa melakukan komunikasi dengan baik, dengan bahasa isyarat yang dipahami banyak orang.

Pria kelahiran Bone tersebut bercerita, masalah komunikasi merupakan tantangan utama bagi tunarungu. Itu karena mereka mengalami keterbatasan berkomunikasi secara lisan dengan individu normal. Bahasa isyarat menjadi sarana utama berkomunikasi, baik dengan sesama tunarungu maupun dengan individu normal.

Menurut Ridwan, sekitar 95 persen dari bahasa isyarat menggunakan isyarat dinamis, yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini dan merupakan tantangan signifikan dalam pengembangan sistem pengenalan bahasa isyarat (SLR). Bahasa isyarat dinamis melibatkan beberapa faktor kompleks, seperti ragam gerakan, kecepatan gerakan, dan transisi isyarat antar kata. Sehingga Ridwan mengangkat penelitian tersebut agar bisa merancang sebuah sistem SLR yang menggunakan library MediaPipe sebagai media ekstraksi data dengan efisien.

Metode pelatihan yang data sequence dan klasifikasi yang digunakan adalah Long Short-Term Memory (LSTM) dan R-GB LSTM. Penelitiannya difokuskan pada peningkatan akurasi deteksi bahasa isyarat dengan mendeteksi dan menghilangkan gangguan transisi.

Pendekatan ini melibatkan penambahan kelas isyarat transisi ke dalam dataset, sehingga layer output softmax dapat melakukan filtrasi terhadap gangguan transisi.

“Hasil analisis data menunjukkan peningkatan akurasi deteksi, terutama dalam pembacaan kalimat setelah menggunakan R-GB LSTM. Hasil pengujian menggunakan kata mencapai 90 persen (pose dan tangan) dan 88,57 persen (pose, tangan, dan wajah),” ucapnya.

Ridwan memaparkan, Indonesia menggunakan dua sistem bahasa isyarat. Yaitu Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) dan Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo). American Sign Language (ASL) adalah sumber SIBI yang diakui secara resmi di Indonesia. Adapun Bisindo adalah bahasa isyarat praktis yang secara alami hadir dalam budaya Indonesia dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari, serta berkomunikasi dari satu daerah ke daerah lain.

SIBI adalah sistem bahasa isyarat yang disetujui negara yang saat ini digunakan di kelas Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk tuna rungu.

Salah satu perbedaan yang paling jelas antara Bisindo dan SIBI adalah penggunaan imbuhan. SIBI menggunakan imbuhan, sementara Bisindo tidak. Huruf SIBI mengikuti kaidah penulisan dan ejaan bahasa Indonesia, tetapi aksara Bisindo dibuat oleh komunitas tunarungu. Sehingga kaidah kebahasaan tidak sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia.

Ia berencana untuk melibatkan uji psikologi agar bisa membantu tunarungu percaya diri. Melalui aplikasi yang dia ciptakan, masalah komunikasi bukan lagi sebuah kendala. Hal tersebut menghilangkan tabir penghalang bagi penderita tunarungu dalam berkomunikasi.

“Ke depannya penelitian ini akan dipatenkan untuk pengembangan yang lebih besar. Sehingga bisa bermanfaat untuk banyak orang. Bahasa isyarat bisa setara dengan bahasa nasional,” bebernya.

Artikel Pernah di Muat di Harian Fajar Sabtu, 13 Januari 2024 Halaman 9